KUMPULAN CERPEN ...YANG AKAN JAUH


Samar ku pandangi wajah yang beku di hadapku, dia pernah bilang bahwa dunia telah tua, bulan telah diperkosa, dan matahari sudah tak jantan lagi. Dia juga pernah membisikan padaku. Saat itu gerimis, tepat di malam tahun baru.

“sebentar lagi bom mungil akan meledak, api yang diseburkanya warna-warni. Itu bertanda bahwa dunia sebentar lagi tak ada. Bumi tak mampu lagi menampung dusta dan pengemis. Kau tahu sayang, aku mencintaimu tanpa karena”

Aku hanya diam dalam kepura-puraan, meski kalimatnya terlalu mendramatisir tapi aku tahu yang ingin dia katakan. Pernikahaan masih jauh. Ku arahkan pandanganku ke langit hitam, menunggu kembang api yang ia sebut bom mungil itu diterbangkan lalu memencar sesukanya di atas sana. Membentuk ukiran dalam keberantakan yang indah.

“Maya, lihat itu”

ku patuhi telunjuknnya. Ternyata bom mungil itu telah mulai dilepas, lalu dicampakan, lalu hilang. Tentunya untuk kesenangan semu manusia.

“maya, maukah kau menikah denganku?”

Tak ada kata yang bisa mewakili problema yang menjadi alasan untuk menolak tawaran itu. Aku mencintai Rey, dan aku pun mencintai orang tuaku.

“Maya, kita telah lama pacaran. Kau tau bagaimana  rasaku padamu. Aku mencintaimu Maya. Aku sungguh-sungguh padamu”

“Rey, tanpa malam inipun, aku yakin kau tulus padaku. Tapi, kau tahukan aku masih ingin kuliah”

“aku tak memaksamu untuk menikah sekarang maya, aku akan menunggumu”

 Aku tahu ini adalah bagian dari inginku. Aku mencintai Rey sejak dua tahun yang lalu. Sejak aku mengenakan pakaian bebas di kampus yang sama dengannya. Tapi setiap malam selama dua tahun itu aku menangis, Rey seandaainya kau tahu bahwa orang tuaku telah menjodohkan aku dengan orang lain. Aku takkan mengungkitnya padamu Rey, sebab aku masih ingin bersamamu, sebab aku mencintaimu, sangat !

Dua tahun aku pendam rahasia ini pada Rey dan dua tahun itu pula aku selalu menolak jika Rey meminta berlibur ke kampung halamanku.

“Maya, jangan menangis, aku takkan memaksamu untuk itu. Seandainya lamaranku tadi menjadi bebanmu, maka lupakan sayang. Aku akan menunggu sampai kau siap”

“Rey, aku mencintaimu”

Kupeluk lelaki hitam manis yang selama dua tahun menemani tiap detik  hidupku di kota ini, kota yang begitu ngilu tanpanya.


Malam itu ku lewati dengan jaga. Kami sepakat menyaksikan fajar pertama di tahun baru. Fajar yang menghentikan mimpi kami.
Waktu senja beranjak, ada secerca sesal tentang jawaban semalam, aku takut.

Dan esoknya aku bukan takut. Aku kosong, segala di diriku tak berisi, hampa yang mendalam dan kuat sekali menyakitiku, mengurung hidupku.
Bagaimana tidak, aku hanya bisa menatap wajahnya di potretnya yang luntur oleh air mataku.

Dia telah pergi. Rey tak akan kembali padaku lagi. Kecelakaan pagi itu meerenggut Rey selama-lamanya dariku. Pagi setelah malamnya dia melamarku, pagi setelah kami bercanda dengan bom mungil, pagi setelah  fajar menghentikan mimpi.

Aku menyesal Rey, karena aku hanya mampu menangis. Aku menyesal Rey, karena slalu membuatmu menunggu.
Aku menyesal Rey, terlalu sering menolakmu.
Aku egois…
Mianhe Rey,
Sekarang sudah 2 tahun dari hari kepergian Rey. Dan malam ini, malam yang sama dengan waktu itu, ini malam tahun baru. Aku sendiri, dengan mata yang berat beranjak dari potret lusuh ini. Aku sudah menikah, aku punya anak, tapi kenyataannya aku masih punya Rey di hatiku. Kenyataan yang begitu pilu, bahwa aku masih mencintainya, aku masih mengharapkanya di tiap malam yang sama.

Kenyataan yang sungguh menyayat. Bersandiwara, pura-pura tersenyum di depan takdir yang memperistriku, lalu terpuruk sendiri di sudut kelamnya masa lalu.
Aku tak menginginkan semua ini, begitu tak mau aku hidup di antara masa lalu dan masa depan. Namun sekarang aku hanya punya satu, lemah! Cuma itu. Dua tahun berdiri di tempat yang sama, tanpa memutuskan maju dan merangkul takdirku bahwa ada suami dan bocah yang menunggu hatiku. Ataukah aku harus mundur,  mengejar Rey ke dunia yang aku tak tahu di mana. Mungkinkah pilihanku adalah tetap meringkuk di sini saja, di antara kemarin dan hari esok.

Perlahan dari jendela yang semalaman terbuka, fajar datang menyapa. Dan di sampingku telah berdiri bocah yang lahir dari takdirku. Bocah itu menyentuh bibirku lalu berucap “mama, dingin”
Anakku? Ku pangku ia, ku peluk.
Seketika kurasakan hatiku basah. Seperti baru segar dari ketandusan yang panjang. Aku sadar, fajar memang menghentikan mimpi, tapi bukankah matahari memberi kita kesempatan untuk membawa mimpi yang terenggut dalam nyata. Toh, malam masih milik kita, membawa mimpi lain yang lebih sempurna. Seperti hari ini, takdir mungil yang ada dalam pangkuanku ini adalah milikku. Dan nanti malam aku akan mulai bermimpi tentangnya. Tentang takdir mungilku, tentang bocah cilikku. Bocah yang aku beri nama Rey.

Dua tahun kita berasama Rey, melewati hari dalam kemesraan. Dua tahun pula Rey, aku terpuruk sendiri dan hanya mampu membawa namamu dalam tangis kekacauan. Dan dua tahun itu telah berlalu.

4 komentar: (+add yours?)

Yosh 7og4nk mengatakan...

Pertamax
Blognya Keren kak semangatt semoga tambah suksess. Salam dari Blogger LOmbok Utara.

VheMphyre mengatakan...

thanks ade'...:)

Anonim mengatakan...

Okeh mamen

VheMphyre mengatakan...

thanks dukungan y, this'is my first blog,,sy akan sering belajar dr kalian yg dh duluan :)

Posting Komentar