The best Tips Menangani Cowok Pendusta

2 komentar

idih...dicuekin...
Jangan pernah percaya ma apa yang dy katakan! Logikanya begini, sudah tahu si cowok suka bohong ngapain masih dipercaya? Kalau sudah tidak dipercaya gak mungkin dong kita nyerahin apa-apa ma orang yang gak kita percaya,  sekalipun itu hanya bekas panci ibu kita. . :D

Tips ini berlaku juga untuk cowok buat ngatasin cewek pendusta..he

Keinginan Perempuan di Usia Dewasa

8 komentar


Kau tau, aku ingin mengenalmu sebagai orang pertama yang aku lihat saat aku terbangun di pagi hari. Aku ingin mengenalmu sebagai lelaki yang dipanggil ayah oleh anak-anakku. Aku ingin kau menjadi orang yang paling aku khawatirkan kesehatannya. Aku ingin kau menjadi alasan utama aku memasak. Aku ingin mengenalmu sebagai seorang imam yang menemaniku sampai akhir hidupku, sebagai jodohku, milikku sampai mati.

halaman sastra

4 komentar


Catatan menuju senja
Perapian musim dingin telah lewat
Beku hanya motif pada lembar catatanku
Semetara pinggirnya berhias kaca pelangi dari mata yang sembab
Hah, nafas kita datar saja

Hampir habis harapan karena takut dahaga

Untung batang memeluk embun
Senyum di ujung pucuk kini menyebar ke selembar
Matamu kenapa mengaca?
Bukankah kupu-kupu telah membungkus madu
Lalu meninggalkannya di peraduanmu
Ataukah musim terlalu gagu?

Lihat aku,
Lihat mataku,
Lihat sakuku.
Tak ada gubuk di sini
Bagaimana aku menampungmu sementara aku penuh
Penuh kekosongan!

Jangan berlari menuju aku, aku bukanlah senja yang satu arah
Diam dan tetaplah di sana, di negeri para kumbang
Abaikan aku yang mengejar bayang malam
Sebab di sanalah arahku
Arah yang tak tentu!


17an yang terenggut

Merah putih itu seperti layu
Hari ini tak ada lunturan dari masa kecil itu
Maafkan detik ini kawan baruku
Tak sempat kau cecap gerak tangan kakiku di aspal abu dulu,
Dengan bibir merekah dipandang ibu.
Maafkan detik ini kawan baruku
Karena kau hanya bisa berbaring di tanah tandus milik moyang kita.
Tapi aku bersamamu,
Esok kita akan gerak jalan bersama,
Meniup terompet dan karnaval di pangkuan ibu.

17 agustus 2010

KUMPULAN CERPEN ...YANG AKAN JAUH

4 komentar


Samar ku pandangi wajah yang beku di hadapku, dia pernah bilang bahwa dunia telah tua, bulan telah diperkosa, dan matahari sudah tak jantan lagi. Dia juga pernah membisikan padaku. Saat itu gerimis, tepat di malam tahun baru.

“sebentar lagi bom mungil akan meledak, api yang diseburkanya warna-warni. Itu bertanda bahwa dunia sebentar lagi tak ada. Bumi tak mampu lagi menampung dusta dan pengemis. Kau tahu sayang, aku mencintaimu tanpa karena”

Aku hanya diam dalam kepura-puraan, meski kalimatnya terlalu mendramatisir tapi aku tahu yang ingin dia katakan. Pernikahaan masih jauh. Ku arahkan pandanganku ke langit hitam, menunggu kembang api yang ia sebut bom mungil itu diterbangkan lalu memencar sesukanya di atas sana. Membentuk ukiran dalam keberantakan yang indah.

“Maya, lihat itu”

ku patuhi telunjuknnya. Ternyata bom mungil itu telah mulai dilepas, lalu dicampakan, lalu hilang. Tentunya untuk kesenangan semu manusia.

“maya, maukah kau menikah denganku?”

Tak ada kata yang bisa mewakili problema yang menjadi alasan untuk menolak tawaran itu. Aku mencintai Rey, dan aku pun mencintai orang tuaku.

“Maya, kita telah lama pacaran. Kau tau bagaimana  rasaku padamu. Aku mencintaimu Maya. Aku sungguh-sungguh padamu”

“Rey, tanpa malam inipun, aku yakin kau tulus padaku. Tapi, kau tahukan aku masih ingin kuliah”

“aku tak memaksamu untuk menikah sekarang maya, aku akan menunggumu”

 Aku tahu ini adalah bagian dari inginku. Aku mencintai Rey sejak dua tahun yang lalu. Sejak aku mengenakan pakaian bebas di kampus yang sama dengannya. Tapi setiap malam selama dua tahun itu aku menangis, Rey seandaainya kau tahu bahwa orang tuaku telah menjodohkan aku dengan orang lain. Aku takkan mengungkitnya padamu Rey, sebab aku masih ingin bersamamu, sebab aku mencintaimu, sangat !

Dua tahun aku pendam rahasia ini pada Rey dan dua tahun itu pula aku selalu menolak jika Rey meminta berlibur ke kampung halamanku.

“Maya, jangan menangis, aku takkan memaksamu untuk itu. Seandainya lamaranku tadi menjadi bebanmu, maka lupakan sayang. Aku akan menunggu sampai kau siap”

“Rey, aku mencintaimu”

Kupeluk lelaki hitam manis yang selama dua tahun menemani tiap detik  hidupku di kota ini, kota yang begitu ngilu tanpanya.


Malam itu ku lewati dengan jaga. Kami sepakat menyaksikan fajar pertama di tahun baru. Fajar yang menghentikan mimpi kami.
Waktu senja beranjak, ada secerca sesal tentang jawaban semalam, aku takut.

Dan esoknya aku bukan takut. Aku kosong, segala di diriku tak berisi, hampa yang mendalam dan kuat sekali menyakitiku, mengurung hidupku.
Bagaimana tidak, aku hanya bisa menatap wajahnya di potretnya yang luntur oleh air mataku.

Dia telah pergi. Rey tak akan kembali padaku lagi. Kecelakaan pagi itu meerenggut Rey selama-lamanya dariku. Pagi setelah malamnya dia melamarku, pagi setelah kami bercanda dengan bom mungil, pagi setelah  fajar menghentikan mimpi.

Aku menyesal Rey, karena aku hanya mampu menangis. Aku menyesal Rey, karena slalu membuatmu menunggu.
Aku menyesal Rey, terlalu sering menolakmu.
Aku egois…
Mianhe Rey,
Sekarang sudah 2 tahun dari hari kepergian Rey. Dan malam ini, malam yang sama dengan waktu itu, ini malam tahun baru. Aku sendiri, dengan mata yang berat beranjak dari potret lusuh ini. Aku sudah menikah, aku punya anak, tapi kenyataannya aku masih punya Rey di hatiku. Kenyataan yang begitu pilu, bahwa aku masih mencintainya, aku masih mengharapkanya di tiap malam yang sama.

Kenyataan yang sungguh menyayat. Bersandiwara, pura-pura tersenyum di depan takdir yang memperistriku, lalu terpuruk sendiri di sudut kelamnya masa lalu.
Aku tak menginginkan semua ini, begitu tak mau aku hidup di antara masa lalu dan masa depan. Namun sekarang aku hanya punya satu, lemah! Cuma itu. Dua tahun berdiri di tempat yang sama, tanpa memutuskan maju dan merangkul takdirku bahwa ada suami dan bocah yang menunggu hatiku. Ataukah aku harus mundur,  mengejar Rey ke dunia yang aku tak tahu di mana. Mungkinkah pilihanku adalah tetap meringkuk di sini saja, di antara kemarin dan hari esok.

Perlahan dari jendela yang semalaman terbuka, fajar datang menyapa. Dan di sampingku telah berdiri bocah yang lahir dari takdirku. Bocah itu menyentuh bibirku lalu berucap “mama, dingin”
Anakku? Ku pangku ia, ku peluk.
Seketika kurasakan hatiku basah. Seperti baru segar dari ketandusan yang panjang. Aku sadar, fajar memang menghentikan mimpi, tapi bukankah matahari memberi kita kesempatan untuk membawa mimpi yang terenggut dalam nyata. Toh, malam masih milik kita, membawa mimpi lain yang lebih sempurna. Seperti hari ini, takdir mungil yang ada dalam pangkuanku ini adalah milikku. Dan nanti malam aku akan mulai bermimpi tentangnya. Tentang takdir mungilku, tentang bocah cilikku. Bocah yang aku beri nama Rey.

Dua tahun kita berasama Rey, melewati hari dalam kemesraan. Dua tahun pula Rey, aku terpuruk sendiri dan hanya mampu membawa namamu dalam tangis kekacauan. Dan dua tahun itu telah berlalu.